GADAI NYAWA DI NEGERI ORANG
"Indonesia konon negeri yang amat kaya raya, tapi tak semua rakyat bisa menikmatinya. Sawah dan ladang dijadikan pabrik dan perkebunan, warga terpaksa menjadi penonton di tanah kelahiran. Sebaian mengadu nasib sampai luar negeri walau keterampilan kerap terbatas sekali. Lalu berdatanglah rentetan cerita yang bikin ngeri tentang TKI yang diexpoitasi sampai dihukum mati. Sampai kapan pekerjaan kita menjadi korban ganasnya nasib pekerja di tanah perantauan.". Ujar Najwa Shihab sebagai tuan rumah Mata Najwa. Kata-kata yang mengungkapkan bagaimana pedihnya nasib seorang TKI di negeri orang yang membuat kita tersayat hatinya.
Indonesia tersentak. Lagi, buruh migran dihukum mati di Arab Saudi. Zaini Misrin, warga Bangkalan-Madura dihukum pancung di tengah berbagai kejanggalan dan proses hukum yang tengah diajukan Indonesia. Hukuman pancung bagi Zaini Misrin bisa jadi bukanlah yang terakhir. Masih ada deretan nama buruh migran yang terancam hukuman mati. Salah satunya Tuti. Sang ibunda, Iti Sarniti, menceritakan duka dan gelisahnya pada Najwa Shihab.
"Tahun 2010, Tuti dan saya berangkat ke Arab Saudi. Kontraknya 2 tahun. 3 bulan di sana masih bisa komunikasi. Setelah itu tidak ada lagi komunikasi. Saya tidak percaya Tuti bisa membunuh. Dia anaknya pendiam." "Katanya, Tuti membunuh majikannya yang sudah tua di Arab Saudi," cerita Iti sambil menangis di hadapan Najwa Shihab. Iti harus bolak balik ke Jakarta selama 2 tahun untuk mencari kejelasan atas kasus Tuti di Arab Saudi. "Tahun 2012, saya berangkat ke Arab Saudi dibiayai oleh pemerintah. Saya sudah bertemu dengan Tuti di penjara. Tuti menceritakan bahwa ia dirayu untuk melakukan hubungan seksual dengan majikan laki-lakinya yang sudah tua, dan Tuti mendorong majikannya karena membela diri," papar Iti sambil menahan tangis. Hariyanto, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia yang mendampingi Iti menambahkan, "Tuti mendapat pelecehan seksual dari 9 orang laki-laki di tengah pelariannya menuju Mekkah, kami menuntut keadilan hukum atas peristiwa yang menimpa Tuti ini."
CURHATAN HATI ANAK ZAINI MISRIN
Zaini Misrin, buruh migran asal Bangkalan yang dihukum pancung di Arab Saudi.Keluarga Zaini Misrin kaget karena hukuman tersebut dilakukan tanpa pengumuman resmi pemerintah Arab Saudi.Kedua anak Zaini juga sudah hadir di acara mata najwa shihab.1 hari sebelum eksekusi, Abah menelepon tidak menceritakan akan dihukum. Baliau hanya menanyakan kabar.Saya pernah bertemu Abah saat tahun 2013 dan 2015, Abah sehat, kata Syaiful.Sementara Mustofa hanya 4 kali berjumpa dengan Zaini Misrin sepanjang hidupnya.Toriq menceritakan bagaimana Zaini memperoleh tindak kekerasan oleh para polisi di penjara, supaya mau mengaku melakukan pembunuhan majikannya.
Abah dipukul pakai kayu, dicambuk, dipaksa, disuruh mengaku. Abah tidak tahu sama sekali penyebab tewas majikannya. Abah di sana bekerja sebagai sopir.Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care juga mengatakan, bahwa pemerintah baru mengetahui kasus ini pada 2008. Pada saat persidangan berlangsung, Zaini tidak didampingi oleh pengacara, translatornya pun dari kepolisian yang memaksa Zaini mengakui perbuatan membunuh majikannya,Vonis hukuman mati juga sudah dijatuhkan di pengadilan, sehingga fakta-fakta baru terkait kasus ini tidak bisa menjadi bukti baru. Mustofa juga menunjukkan foto Zaini yang diambil dari handphone yang ia sembunyikan di kasur penjara. Bahkan, Zaini juga masih mengirimkan uang untuk membiayai kehidupan anak-anak di Indonesia. Kekhawatiran Saiful Toriq dan Mustofa kini tertumpu pada ibu mereka setelah ayahnya tewas dihukum pancung. Sang ibu, menurut kedua anaknya, mengaku dirayu majikannya. Padahal kontrak kerja di Arab Saudi baru dijalani dua bulan dari tiga tahun yang disetujui, sehingga sang ibu pun tidak bisa pulang.
SERUAN KORBAN PANCUNG KEPADA PRESIDEN
Dalam suasana sedih, tidak ada yang bisa saya perbuat selain mendoakan supaya Abah saya tenang di alam sana, mungkin sudah menjadi takdir Abah dan ajalnya di tangan algojo Arab Saudi. Meski sudah melalui perjuangan panjang selama 14 tahun mencari keadilan itu hanya sebatas mimpi Abah. Pada saat itu, Abah sempat bilang “Nak kita akan kumpul di Madura” ini yang membuat saya sedih dan terpukul ternyata mimpi itu kandas dan bahkan jenasah Abah pun tak bisa pulang ke Madura. Saya berharap kepada pemerintah semoga apa yang terjadi kepada Abah saya tidak terjadi lagi buat TKI-TKI yang lain. Semoga yang menimpa saya tidak terjadi pada anak-anak Indonesia lain,surat Mustofa Kurniawan, putra Zaini Misrin yang dihukum pancung di Arab Saudi bagi Presiden Jokowi. Dan saya minta ke Presiden, supaya saya bisa bertemu dengan keluarga majikannya Tuti.Saya mau sujud memohon maaf agar keluarga mereka memaafkan Tuti. Tolong bantu saya. Tuti anak pertama saya. Dia tidak banyak bicara, kalau saya tidak tanya dia tidak cerita. Saya minta anak saya dibebaskan saya mohon doanya dari semua, derai air mata Iti Sarniti-ibunda Tuti, buruh migran yang divonis hukiman mati.
ADELINA PULANG TINGGAL NAMA
Adelina Sau tewas di rumah sakit setelah disiksa majikannya di Malaysia. Ibunda Adelina, Yohana Banunaek dan Juru Bicara Keluarga Adelina, Amrosius Ku, hadir di Mata Najwa melalui perjalanan jauh dari NTT. Mereka harus naik motor, mobil bak terbuka dan bus untuk sampai ke bandara Kupang dan diterbangkan tim Mata Najwa ke Jakarta. Mereka bersedia berbagi cerita duka dengan harapan tak ada lagi warga NTT yang jadi korban seperti Adelina.Adelina bekerja ke Malaysia saat ia berusia 15 tahun. Ia diajak oleh calo bernama Martinus yang kini sudah diciduk polisi. Setelah 1 tahun pulang dengan selamat dari Malaysia, namun hanya membawa uang Rp 3 juta.Pada saat itu, dia juga pulang tidak punya paspor, Juru Bicara Keluarga Adelina, Amrosius Ku.Ibunda Adelina sempat melarang saat Adelina akan berangkat lagi bekerja di Malaysia, Karena Adelina baru pulang dari Malaysia. Dan pasa saat Adelina pergi, calo yang menjemput Adelina memberikan Yohana uang Rp 200.000 dengan tujuan Yohana mengizinkan Adelina pergi.Namun Yohana tidak tahu ketika akhirnya Adelina berangkat lagi.Adelina masih di bawah umur untuk bekerja di luar negeri.Dan dari hal ini menyisakan beberapa pertanyaan, salah satunya benarkah Adelina menjadi korban penjualan manusia?
SINDIKAT BISNIS MANUSIA
Kasus meninggalnya Adelina, buruh migran asal NTT, di tangan majikan di Malaysia menguak kembali dugaan bisnis perdagangan manusia.Keluarga sempat tak percaya saat mendapat kabar Adelina meninggal dunia di Malaysia, karena, nama marga di paspor Adelina berbeda dengan marga keluarga, hingga akhirnya polisi datang ke rumah dengan membawa foto Adelina.Keluarga sampai sekarang tidak mengetahui kesalahan Adelina.Namun, keluarga sudah mengetahui kasus Adelina masih bergulir di Malaysia dan Indonesia.Wahyu Susilo dari Migrant Care memaparkan human trafficking marak terjadi di NTT.Kasus Adelina termasuk human trafficking, paspor Adelina dibuat di Blitar.Danmenurut Wahyu, ada sindikat human trafficking di Medan, Blitar, Atambua yang perlu diungkap.Birokrasi yang terlibat.Ada Kepala Disnaker Kupang yang tertangkap memalsukan dokumen, papar WahyuTudingan Migrant Carelangsung dijawab oleh Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker, Maruli A. Hasoloan, Tata kelola di dalam negeri, kita membangun kegiatan di desa sebagai upaya mencegah kasus human trafficking.Harapan agar pemerintah membuka lapangan pekerjaan yang banyak dan baik serta tidak ada Adelina lainnya yang menjadi korban, disampaikan keluarga Adelina di acara Mata Najwa.Satu kalimat akhir disampaikan Ibunda Adelina, "Mama masih ingat Adelina."
SATINAH, LOLOS HUKUM PANCUNG ARAB SAUDI
Satinah, mantan buruh migran terbebas dari hukuman pancung di Arab Saudi.Uang diyat sebanyak Rp 21 miliar menyelamatkan nyawa Satinah.Fakta pun terungkap, Satinah kerap mendapat penyiksaan di penjara.Alhamdulillah saya sudah lebih baik, sekarang saya pakai tongkat tidak lagi pakai kursi roda, Saya tidak ada kegiatan, tangan saya sakit, hanya bersih-bersih rumah, masak masakan kesukaan.Satinah sudah 3 kali berangkat ke Arab Saudi.Namun, majikan saya galak.Saya sering dipukul, saya pernah dipukul pakai penggaris besi.Dan pada saat itu saya emosi lalu saya pukul majikan saya, dia terkapar hingga tidak bernapas.Pada saat itu juga Satinah kabur dari rumah majikan, namun saat itu juga bertemu polisi di jalan.Ia pun tertangkap dengan membawa tas majikannya yang ternyata salah ia bawa saat keluar rumah. Polisi membawa Satinah kembali ke rumah, dan meminta Satinah untuk memeragakan cara Satinah memukul si majikan. Satinah lalu dipenjara. Saat itu, ia tidak bisa memberi kabar ke pihak keluarga. Saya tidak bisa komunikasi dengan keluarga. Jadi ketika KBRI berkunjung ke penjara, saya meminta tolong untuk mengirimkan surat kepada keluarga pengungkapan Satinah.
DELAPAN TAHUN DI PENJARA ARAB SAUDI
Lepas dari hukuman pancung di Arab Saudi, Satinah menceritakan pengalamannya 8 tahun dipenjara.Saya tertekan, saya dipaksa mengakui memiliki hubungan dengan sopir si majikan, Saya juga kerja di penjara supaya ada pemasukan untuk anak saya. Menyapu, mengantarkan makanan, saya bisa menjahit saya buat tas. Saya dibolehkan bekerja di penjara.Saya titipkan uang dan emas untuk anak saya kepada teman yang mau pulang ke Indonesia, tapi emasnya tidak pernah sampai.Mungkin itu bukan rejeki saya.Uang diyat dibayarkan oleh pemerintah dan sumbangan hingga terkumpul rp 21 miliar.Saya bersyukur saya bisa selamat, kata Satinah.Namun, 178 WNI terancam hukuman mati di luar negeri, ungkap Wahyu Susilo Direktur Eksekutif Migrant Care.Pemerintah juga harus cermat mendalami perjalanan kasusnya.Supaya pemerintah tidak keliru mengambil langkah untu hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar